MUI Persoalkan Halal Tidaknya Vaksin COVID-19, Ade Armando: Ulama Sudah Gagal


Pernyataan Majelis Ulama Indonesia bahwa status halal Vaksin COVID-19 asal China belum ditentukan tetapi telah diberikan pada masyarakat di Indonesia untuk uji klinis fase 3 menjadi sorotan warganet di sosial media.

Pihak MUI kemudian menyatakan berjanji akan mengkaji kehalalan vaksin tersebut dengan berbagai persyaratan.

"Vaksin itu, (prosesnya) diisolasi, media yang dipakai, virusnya, media menumbuhkannya, cara melemahkan virusnya, media pengembangan virus, penggunaan alatnya," ungkap Direktur LPPOM MUI, Lukmanul hakim dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Rabu 12 Agustus 2020.

Menanggapi hal itu, pegiat media sosial Ade Armando membuat cuitan khusus:

SIKAP MUI TENTANG VAKSIN COVID 19 MENGANCAM NYAWA MANUSIA

MUI bikin ulah lagi

Tapi kali ini ulahnya bahkan bisa mengancam nyawa manusia.

Pada saat dunia mencari vaksin untuk menyelamatkan umat manusia dari Covid 19, MUI bikin persyaratan baru: Covid-19 itu harus memperoleh sertifikasi halal.

Artinya dalam proses pembuatannya tidak boleh mengandung atau menyentuh unsur kebabian.

Betapa menakutkannya kalau nanti diketahui bahwa dalam proses pembuatan vaksin tersebut terdapat sentuhan babi.

Apa yang harus dilakukan?

Mengharamkan vaksin?

Membiarkan nyawa tak tertolong karena vaksin tersebut tidak halal?

Wahai MUI, yang dilarang adalah makan babi!

Itupun dalam kedaan darurat, boleh.

Ini vaksin, bukan makanan!

Jangan sebodoh itu deh ....

Para ulama Indonesia sudah gagal menumbuhkan umat Islam yang pinter dan bisa mengembangkan ilmu pengetahuan dan keahlian untuk mencari vaksin untuk melawan Covid 19.

Umat islam memang bergantung pada dunia non-Islam.

Jadi jangan deh sok bikin-bikin aturan sendiri yang bahkan tidak ada hukumnya di Al Quran untuk memperuslit proses menyemamatkan umat manusia.

Stop bikin susah

Gunakan otak! 

Sebelumnya diberitakan, Lukman juga mempertegas bahwa untuk media-media pertumbuhannya membutuhkan miliaran virus yang diuji. Virus tersebut kemudian ditumbuhkan di sebuah media yang juga dicek status halal dan haramnya.

"Jadi untuk media-media pertumbuhannya, pasti harus miliaran virus dan ditumbuhkan di sebuah media ini yang harus dicek mengandung hewan atau babi," tambah Lukman.

Lebih lanjut, Lukman mengatakan bahwa sebuah vaksin bisa tidak memiliki bahan dari babi namun bersinggungan dengan hewan tersebut.

Menurut Lukman, arti bersinggungan bisa berasal dari bahan media yang dipakai untuk menumbuhkan dan mengembangkan vaksin.

"Medianya itu bisa berasal dari bahan babi atau hewan. Tapi virusnya diambil lagi dari medianya," kata Lukman dinukil Viva.co.

"Tidak ada DNA babinya tapi di awal pernah bersinggungan. Ketika bersinggungan, kita kaji apakah ada proses pencucian secara syariah di produksinya, apakah ada proses pencucian sebelum dipacking, tahapannya ini dikaji. Produk akhir yang menentukannya," tegasnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel